BAB I SKRIPSI PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENDAMPINGAN DAN PENGAWASAN ALOKASI DANA DESA


BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Dengan disahkannya Undang-undagng Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, diharapkan segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa dapat diakomodir dengan lebih baik. Pemberian kesempatan yang lebih besar bagi desa untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri serta pemerataan pelaksanaan pembangunan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa, sehingga permasalahan seperti kesenjangan antar wilayah, kemiskinan, dan masalah social budaya lainnya dapat diminimalisir.[1]
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 beserta peraturan pelaksanaanya telah mengamanatkan pemerintah desa untuk lebih mandiri dalam mengelola pemerintahan dan berbagai sumber daya alam yang dimiliki, termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan dan kekayaan milik desa.
Menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pemerintah desa merupakan penyelenggara urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Hal ini merupakan bentuk pelimpahan kewenagan dari pemerintah pusat, pelimpahan kewenagan ini bertujuan untuk menjangkau urusan pemerintah terhadap hak-hak masyarakat ditingkat desa. Pasal 1 ayat 7 Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Prangkat Desa menjelaskan Pemerintahan di tingkat desa dipimpin oleh seseorang dengan jabatan kepala desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga desa dan melaksanakan tugas dari pemerintah dan pemerintah daerah.[2]
Dalam pelaksanaannya pemerintah desa harus menerapkan prinsip pemerintahan desa yang akuntebel, transparan, profesional, efektif, efesien bersih serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, (Pasal 6 ayat 4 Huruf d, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2015 Tentang Pemerintah Desa). Mengingat dana yang diterima oleh Desa jumlahnya cukup besar dan terus meningkat setiap tahunnya, maka dalam menyelenggarakan Pemerintahan dan Pengelolaan Keuangan Desa, dibutuhkan kapasitas Aparatur Desa yang handal dan sarana lainnya yang memadai agar pelaksanaannya menjadi lebih terarah.[3]
Oleh sebab itu Pasal 55 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menjelaskan tentang perlunya penjagaan terhadap pemerintah oleh Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat dengan (BPD) yang berperan sebagai penampung aspirasi masyarakat, penyusunan rencana undangan dan pengawas pemerintah Desa.
Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan salah satu bentuk hubungan keuangan antar tingkat Pemerintahan yaitu hubungan keuangan antara Pemerintahan Kabupaten dengan Pemerintahan Desa. Untuk dapat merumuskan hubungan keuangan yang sesuai maka diperlukan pemahaman mengenai kewenangan yang dimiliki pemerintah Desa. Artinya, anggaran pemerintah yang diberikan Kepada Desa terkait sepenuhnya adalah untuk fasilitas pembangunan dan pemberdayaan Desa sebagai salah satu lembaga yang andil dalam format kepemerintahan. Dana tersebut harus digunakan dan di alokasikan sebagai mana mestinya sesuai dengan undang undang dan ketentuan yang berlaku yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia sehingga dengan Alokasi Dana Desa (ADD) tersebut mampu meningkatkan Pembangunan Desa, Partisipasi Masyarakat dalam Memberdayakan dan Mengimplementasikan bantuan tersebut untuk kedepan.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada pasal 1 dijelaskan pengertian Desa yakni Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa adalah wilayah yang saling mengenal hidup bergotongroyong, adat istiadat yang sama, mempunyai tata cara sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatan. Di samping itu, umumnya wilayah desa terdiri atas daerah pertanian, sehingga sebagian besar mata pencariannya adalah seorang petani Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah disebut bahwa desa ialah suatu wilayah yang ditempatih sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tanggahnya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.[4]
Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan warganya dalam segala aspek, baik dalam pelayanan (public good), pengaturan (public regulation), dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Peranan pemerintah Desa memang dirasa sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya, inovasiinovasi baru serta perhatian pemerintah Desa pada sarana prasarana Desa juga sangat diperlukan demi terwujudnya pembangunan yang seutuhnya.
Pemerintah desa harus melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan desa akan tetapi peraturan perundang-undangan itu tidak bisa langsung dilakukan. Hal ini karena desa berbeda kondisi sosial, politik dan budayanya. Salah satu contohnya yaitu dalam pengambilan keputusan yang diatur dalam pasal 59 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2005 bahwa untuk melaksanakan Peraturan Desa, Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa dan/atau Keputusan Kepala Desa. Namun pada prakteknya pengambilan keputusan juga dilakukan melalui proses musyawarah karena pada dasarnya sifat menyelesaikannya dengan cara musyawarah dinilai lebih memudahkan karena mereka masi memiliki rasa kekeluargaan yang kuat.[5]
Menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan Desa, pemerintah Desa dihadapkan dengan tugas yang cukup berat, mengingat Desa berhadapan langsung dengan rakyat. Pada saat ini, perananan Pemerintah Desa sangat diperlukan guna menunjang segala bentuk kegiatan pembangunan. Berbagai bentuk perubahan sosial yang terencana dengan nama pembangunan diperkenalkan dan dijalankan melalui Pemerintah Desa. Untuk dapat menjalankan peranannya secara efektif dan efesien, Pemerintah Desa perlu terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan kemajuan masyarakat Desa dan lingkungan sekitarnya. Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Desa disebabkan adanya gerakan pembangunan Desa perlu diimbangi pula dengan pengembangan kapasitas pemerintahan Desanya. Sehingga, Desa dan masyarakatnya tidak hanya sebatas sebagai objek pembangunan, tetapi dapat memposisikan diri sebagai salah satu pelaku pembangunan.
Dalam proses pengambilan keputusan di desa dilakukan dengan dua macam keputusan. Pertama, keputusan-keputusan yang beraspek sosial, yang mengikat masyarakat secara sukarela, tanpa sanksi yang jelas. Kedua, keputusan- keputusan yang di buat oleh lembaga-lembaga formal desa yang di bentuk untuk melakukan fungsi pengambilan keputusan. Bentuk keputusan pertama, banyak dijumpai dalam kehidupan sosial masyarakat desa, proses pengambilan keputusan dilakukan melalui proses persetujuan bersama, dimana sebelumnya alasan-alasan untuk pemilihan alternatif diuraikan terlebih dahulu oleh para tetua desa ataupun orang yang dianggap memiliki keduduukan tertentu di desa bersama pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).[6]
Dalam penyelengaraannaya desa memerlukan suatu lembaga yaitu Badan Permusyawarantan Desa (BPD) selaku mitra kepala desa, BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, disamping menjalankan fungsingnya sebagai jembatan penghubung antara kepala desa dengan masyarakat desa, juga harus menjalankan fungsinya utamanya, yaitu pengawasan.
Yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentan Desa, BPD juga mempunyai fungsi untuk mengawasi dana desa yang bersumber dari APBN karna jumlahnya cukup besar maka diperlukan mekanisme kontrol lansung dari masyarakat untuk mengawasi penggunaan dana desa tersebut agar dana tersebut dipergunakan sesuai dengan peruntuknya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun dengan demikian terkadang apa yang telah disepakati oleh Pemerintah Desa dengan Badan Permusyaratan Desa tidak sesuai apa yang diinginkan masyarakat sehingga pembentukan peraturan desa hanya menjadi sebuah agenda Pemerintahan Desa yang tidak subtantif dan kooperatif atas kepentingan Rakyat, yang seharusnya BPD menjadi wadah penyaluran aspirasi masyarakat. Kurangnya sosialisasi peraturan yang dibuat oleh pemerintah desa dengan Badan Permusyaratan Desa yang menjadi permasalahan yang dalam proses penyusunan dan penetapan peraturan tidak sesuai apa yang diinginkan masyarakat sehingga masih banyak yang melanggar peraturan desa.
Desa Dukuhmaja, kecamatan Songgom, Kabupaten Brebes, dari hasil pengamatan awal yang dilakukan penulis memiliki permasalahan baik dalam bidang perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggung jawaban keuangan dan pengelolaan Alokasi Dana Desa. Permasalahan lain adalah fungsi pengawasan yang dijalankan BPD terhadap pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD). Seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang desa dimana dikatakan bahwa Badan Permusyawaratan Desa berfungsi mengawasi pemerintahan desa.
Selain itu Badan Permusyawaratan Desa yang diharapkan dapat berperan maksimal dalam mengimplementasikan fungsi pendampingan, penyusunan dan pengawasan yang dimilikkinya terlihat belum berjalan seperti yang diharapkan. Padahal dalam pengalokasian dana desa tersebut diperlukan fungsi Badan Permusyawaratan Desa sebagai pengawas agar dana tersebut tersalurkan untuk kepentingan pembangunan di desa. Pengawasan oleh Badan Permusyawaratan Desa yang dimaksud adalah pemakaian anggaran desa dilakukan dengan melihat rencana awal program dengan realisasi pelaksanaannya. Selain itu kesesuaian antara rencana program dengan realisasi program dan pelaksanaannya serta besarnya dana yang digunakan dalam pembiayaannya adalah ukuran yang dijadikan tolak ukur Badan Permusyawaratan Desa dalam melakukan pengawasan.
Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa terhadap transparansi dana Desa Dukuhmaja, didasari oleh Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 55 huruf c, yang mana Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi pengawasan terhadap pemerintah. Dalam pencapaian tujuan mensejahterakan masyarakat desa, masing-masing unsur pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dapat menjalankan fungsinya dengan mendapat dukungan dari masyarakat setempat.[7]
Berdasarkan uraian di atas, menarik bagi penulis untuk mengkaji lebih jauh tentang pengelolaan Alokasi Dana Desa dengan mengangkat dalam bentuk skripsi yang berjudul: “PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENDAMPINGAN, PENYUSUNAN DAN PENGAWASAN ALOKASI DANA DESA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA”.
B.            Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan sebagi berikut:
1.             Apakah Peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pendampingan, penyusuna, dan pengawasan dana Desa sudah sesuai sengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Desa
2.             Upaya apa saja yang telah dilakukan oleh BPD dalam rangka memenuhi tanggung jawab sebagai badan pengawas dana desa.

C.           Rumusan Masalah
1.             Bagaimanakah Poroses Perencanaan, Pelaksanaan, Pelaporan Dan Pertanggungjawaban Alokasi Dana Desa Di Desa Dukuhmaja Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa?
2.             Bagaimanakah Kendala Yang dihadapi BPD dalam Proses Pendampingan, Penyusunan Dan Pengawasan Alokasi Dana Desa Di Desa Dukuhmaja Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes?

D.           Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.             Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian Berdasarkan Identifikasi masalah dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
a.              Memperoleh analisis secara lengkap, rinci, dan sistematis mengenai Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pendampingan, Penyusunan, Dan Pengawasan Alokasi Dana Desa (ADD) Desa Dukuhmaja Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
b.             Memperoleh analisis secara lengkap, rinci, dan sistematis mengenai Efektivitas Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa Terhadap Transparansi Dana Desa, Desa Dukuhmaja Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes
c.              Mengetahui mekanisme kerja Badan Permusyawaratan Desa dalam Pendampingan, Penyusunan, dan Pengawasan Desa Dukuhmaja Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes.
2.             Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini mencakup manfaat secara teoritis maupun praktis, yaitu sebagai berikut:
a.              Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat dan sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum umumnya, khususnya mengenai Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pendampingan, Penyusunan, dan Pengawasan Desa Dukuhmaja Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
b.             Manfaat Praktis Kegunaan penelitian ini secara praktis adalah:
1.             Untuk mengetahui Peran Badan Permusyawaraataan Desa Dalam Pendampingan, Penyusunan, Dan Pengawasan Desa Dukuhmaja Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes
2.             Memberikan sumbangan pikiran atau penambahan wawasan dalam mengetahui ruang lingkup Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pendampingan, Penyusunan, Dan Pengawasan Desa
3.             Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi seluruh stakeholders dan menjadi sumbangsi peneliti terhadap input bagi Pemerintah Desa.
4.             Memberikan bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan Peran Badan Permusyawarataan Desa Dalam Pendampingan, Penyusunan, Dan Pengawasan Desa Dukuhmaja Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes
5.             Manfaat metodologis, Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat
berguna untuk menambah wawasan dan menjadi referensi bagi
mahasiswa yang akan melakukan kajian terhadap penelitian
selanjutnya yang relevan.
6.             Sebagai salah satu syarat akademis bagi penulis untuk memperoleh gelar Strata 1 pada Fakultas Hukum Universitas Pamulang.

E.            Kerangka Teori
Pemerintah desa sebagai badan publik yang bertanggung jawab atas kepentingan masyarakat, maka keterbukaan harus diprioritaskan oleh pemerintah dalam hal apapun, salah satunya dalam bidang dana. Keterbukaan dana pemerintah desa akan berdampak fositif terhadap antusisas, kerjasama atau partisipasi masyarakat. Sebaliknya jika pemerintah desa tidak terbuka akan membangun paradigma masyarakat untuk melawan, hilangnya kepercayaan, merasa dibodohi dan tidak patuh terhadap ajakan dan perintah pemerintah desa.
Keterbukaan berasal dari kata terbuka yang memiliki atri tidak sengaja dibuka, tidak tertutup, tidak terbatas pada orang tertentu saja, tdak di rahasiakan.[8]
Menurut Kahn peran merupakan penekanan sifat individual sebagai pelaku sosial yang mempelajari perilaku yang sesuai dengan posisi yang ditempati di masyarakat.[9]
Pasal 27 Huruf a-d, Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menjelaskan dengan pentingnya peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam prinsip keterbukaan ini, maka peraturan juga memformulasikan aturan berupa kewajiban dan larangan untuk pemerintah desa. Kewajiban bagi pemerintah desa ialah sebagai berikut:
a.    Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintah desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota.
b.   Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintah desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota.
c.    Memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintah secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setiap akhir tahun anggaran, dan
d.   Memberikan dan/atau menyebarkan informasi peyelenggaraan pemerintah secara tertulis kepada masyarakat desa setiap akhir tahun naggaran.
Selanjutnya Pasal 29 Huruf a-c, Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pemerintah desa juga dilarang untuk melakukan beberapa hal sebagai berikut:
a.                            Merugikan kepentingan umum
b.                           Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain dan/atau golongan lain.
c.                            Menyalahkan gunakan wewenang, tugas, hak dan/atau kewajiban.
Dari semua kewajiban dan larangan untuk pemerintah desa di atas dapat disimpulkan, bahwa untuk menggapai semua itu adalah dengan keterbukaan informasi publik. Yang menjdi dasarnya adalah:
a.    Setiap badan publik wajib mengumumkan informasi publik secara berkala.
b.   Informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: Informasi yang berkaitan dengan Badan Publik
c.    Informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait
d.   Informasi mengenai laporan keuangan: dan/atau;
e.    Informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
f.    Kewajiban memberikan informasi dan menyampaikan informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali.
g.   Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakatdan dalam bahasa yang mudah dipahami.
h.   Cara-cara sebagaimana dimakksud pada ayat (4) ditentukan lebih lanjut oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Badan Publik terkait.
Berdasarkan Undang-undang diatas jelas bahwa pemerintah Desa sebagai Badan Publik yang wajib memperhatikan dan menjalankan ketentuan tersebut. Pemerintah juga manusia yang sangat besar kemungkinan melakukan kesalahan atau kehilafan terkait kewajiban dan larangannya, maka Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai unsur pemerintah dari kepala desa berkawajiban untuk mengingatkan dan mengawasi kinerja pemerintah desa. Terutama dalam bidang keterbukaan informasi publik khususnya dalam bidang dana atau transparansi dana pemerintah desa.
Badan Permusyawaratan Desa adalah sebagai perwujudan demokrasi dalam penyelengara pemerintah desa menampung, menyalurkan, aspirasi masyarakat badan permusyawaratan yang terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat yang ada di desa berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, serta melakukan pengawasan langsung terhadap penyelenggaraan pemerintah desa.
Menurut Zain Mustakim Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat dianggap sebagai parlemen-nya desa, BPD merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi daerah di Indonesia. Sesuai dengan fungsinya, maka Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ini dapat dikatakan sebagai lembaga kemasyarakatan. Karena berkisar pada pemikiran pokok yang dalam kesadaran masyarakat.[10]

Menurut Silahudin mengurakan bahwa pendampingan merupakan satu strategi yang sangat menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat.[11]
Pendampingan sebagai suatu strategi yang umum digunakan oleh pemerintah dan lembaga dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas dari sumber daya manusia, sehingga mampu mengindentifikasikan dirinya sebagai bagian dari permasalahan yang dialami dan berupaya untuk mencari alternative pemecahan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu sangat dibutuhkan kegiatan pemberdayaan disetiap kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh BPD terhadap Pemerintah Desa.
Menurut Payne bahwa pendampingan merupakan strategi yang lebih mengutamakan menciptakan sumber daya yang terbaik “making the best of theclient sresources”.[12].
Tidak hanya pendampingan perlu juga dilakukan pendampingan terhadap pemerintah desa untuk menghasilan kinerja yang maksimal sebagai suatu usaha sistematis oleh manajemen untuk membandingkan kinerja standar, rencana, atau tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan apakah kinerja sejalan dengan standar tersebut dan untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk melihat bahwa sumber daya manusia digunakan dengan seefektif dan seefisien mungkin didalam mencapai tujuan.
Menurut Prayudi “Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselengarakan itu dengan apa yang dikehendaki, di rencanakan atau diperhatikan[13]
Menurut Saeful Anwar “Pengawasan atau kontrol terhadap tindakan aparatur pemerintah diperlukan agar pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan dapat mencapai tujuan dan terukur dari penyimpanganpenyimpangan”[14]
Menurut Siagian menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.[15]
Menurut M. Manullang “Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan suatu pekerjaan apa yang telah dilaksanakan dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.”[16]
Menurut Hapsara “Pembangunan pengawasa pada hakikatnya adalah upaya yang dilakukan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup besih tanpa korupsi bagi setiap orang agar peningkatan derajat kepercayaan masyarakat dapat terwujud, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif.[17]

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa mengeser posisi BPD sebagai unsur penyelenggara desa menjadi lembaga desa, fungsi dan kedudukan BPD semakin jelas, yaitu lembaga legislatif desa yang mengusung mandat untuk menyalurkan aspirasi, merencakan anggaran dan mengawasi pemerintah desa.
Konsep pengawasan merupakan salah satu fungsi yang sangat signifikan dalam pencapaian manajemen organisasi dan memanajemen potensi. Baik potensi yang berkaitan dengan produksi maupun sumber daya yang ada. Pengawasan yang merupakan salah satu perencanaan strategis dan perencanaan strategis merupakan puncak dari suatu pemikiran untuk merumuskan sebuah tujuan yang akan dicapai oleh organisasi dan juga merencanakan berbagai sumber daya yang ditetapkan organisasi dan usaha pencapaian tujuan strategis. Adapun disebutkan dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 pasal 3 termuat 6 (enam) asas umum penyelenggraan, yaitu:
1.             Asas kepastian hukum
2.             Asas tertib penyelenggara negara
3.             Asas kepentingan hukum
4.             Asas keterbukaan
5.             Asas proposionalis
6.             Asas akuntabilitas
Melaksanakan pengawasan ditujukan untuk memberikan kontrol terhadap anggota maupun ketua lembaga agar berjalan sesuai dengan tujuan atau rencana awal yang telah disepakati bersama. Pelaksanaan pengawasan akan terjadi dengan efektif apabila pengawasan dilaksankan dengan fleksibel, ekonomis, dan adanya kualitas dari anggota yang memahami terkait dengan pengawasan yang akan dilaksanakan.

F.            Metodee Penelitian
Agar dapat memperoleh gambaran yang lengkap terhadap permasalahan yang diteliti digunakan metode-metode tertentu yang sesuai dengan kebutuhan penelitian ini. Metode penelitian tersebut diperlukan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar objektif dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.[18]
Metode penelitian merupakan faktor yang penting untuk penulisan yang bersifat ilmiah. Suatu karya ilmiah harus mengandung kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah sehingga hasil karya ilmiah tersebut dapat mendekati suatu kebenaran sesungguhnya. Metodelogi merupakan cara kerja bagaimana menemukan atau memperoleh hasil yang konkrit dan juga metode tersebut merupakan cara utama mencapai tujuan.[19]
1.             Jenis Penelitian dan Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif-empiris, yaitu penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan-ketentuan normatif (kodifikasi, undang-undang, dan kontrak) secara nyata (in action) pada peristiwa hukum tertentu dalam masyarakat.[20]
Dalam tahapan ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif (file reseach). Tujuannya adalah untuk mengetahui Peran Badan pewrmusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pendampingan, Penyusunan, Dan Pengawasan Alokasi Dana Desa terhadap pemerintah Desa Dukuhmaja Kecamatan Songom Kabupaten Brebes, yang digolongkan dalam jenis penelitian korelasional, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan diantara variabel-variabel yang diteliti tanpa melakukan suatu intervensi terhadap pariasi variabel-variabel yang bersangkutan, sehingga data yang diperoleh merupakan data alamiah seperti apa adanya.[21] Data-data tersebut kemudian dideskripsikan dan dianalisis sehingga mampu menjawab pokok masalah diatas.
 Data yang digunakan penyusun dalam penelitian ini memuat dua jenis data yaitu.
a.    Data primer yaitu data yang dihasilkan langsung dari anggota BPD, pemerintah desa, tokoh masyarakat dan dokumentasi tempat peneitian.
b.   Data skunder yaitu berbagai informasi yang berkaitan dengan judul tersebut meliputi buku-buku penujang, kitab- kitab, Undang-undang, dan peraturan peratuan lainnya.
2.                           Tipe Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut. Sebagaimana dikatakan oleh Cohen, bahwa kegiatan penelitian hukum merupakan proses menemukan hukum yang berlaku dalam kegiatan hidup bermasyarakat.[22]
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah tipe penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku ditempat tertentu dan pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.[23]

3.                           Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komperatif (comperative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).[24] Terkait dengan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan komperatif (comperative approach).

4.                           Sumber dan Jenis Data
Sesuai dengan hal yang akan diteliti dan pendekatan masalah yang digunakan, maka pada prinsipnya penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari bahan-bahan pustaka yang berupa peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.[25] Bahan hukum primer yaitu sumber bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya memiliki otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan data tersier berasal dari Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum primer dan sekunder yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus atau internet.
Pengumpulan data dilakukan dengan meggunakan teknik wawancara, dokumentasi, studi pustaka dan observasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik analisis data deskriptif kuantitatif, yaitu dengan menjabarkan hasil penelitian dan menganalisis data-data yang diperoleh dari hasil penelitian.
a.              Sumber Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik analisis data deskriptif kuantitatif, yaitu dengan menjabarkan hasil penelitian dan menganalisis data-data yang diperoleh dari hasil penelitian, dilakukan dengan meggunakan teknik wawancara, dokumentasi, studi pustaka dan observasi.
b.             Lokasi penelitian
Adapun lokasi yang menjadi obyek penlitian adalah Desa Dukuhmaja, Kecamatan Songgom, Kabupaten Brebes, yang masih dalam eks-Karisidenan Brebes, sehingga dengan demikian akan mempermudah penulis untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan.
c.              Teknik pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data dengan cara:
1)             Observasi
Observasi yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan langsung terhadap objek penelitian yang dilakukan secara sistematis dan sengaja.
2)             Wawancara
Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan melalui interview secara langsung dengan informan. Teknik ini akan menggunakan pedoman wawancara agar wawancara yang dilakukan tetap berada pada fokus penelitian, meskipun tidak menutup kemungkinan akan adanya pertanyaan-pertanyaan yang berlanjut yang berhubungan dengan masalah penelitian.
3)             Dokumen dan Arsip
Pada teknik ini akan dilakukan telaah pustaka, dimana peneliti mengumpulkan data dari penelitian sebelumnya berupa buku dan jurnal. Dokumen dan arsip yang berkaitan dengan fokus penelitian merupakan salah satu sumber data yang paling penting dalam penelitian. Dokumen yang dimaksud adalah dokumen tertulis, data statistik, laporan penelitian sebelumnya maupun tulisan tulisan ilmiah.
G.           Sistematika Penulisan
Agar mendapatkan suatu gambaran mengenai arah dan ruang lingkupnya, maka sistimatika skripsi ini secara garis besarnya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Masalah
B.            Identifikasi Masalah
C.            Rumusan Masalah
D.           Tujuan Dan Manfaat Penelitian
E.            Kerangka Teori
F.             Metode Penelitian
G.           Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAH DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
Berisi uraian teori, konsep pendampingan dan pengawasan Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan Alokasi Dana Desa.
BAB III POFIL DESA DUKUHMAJA KECAMATAN SONGGOM KABUPATEN BREBES
Berisi Sejarah Desa Dukuhmaja, Kondisi Desa Dukuhmaja, Susunan Organisasi Pemerintah Desa, dan Visi Misi Desa Dukuhmaja
BAB IV PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENDAMPINGAN, PENYUSUNAN DAN PENGAWASAN ALOKASI DANA DESA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
Bagian ini memuat Tinjauan Umum dengan Objek Penelitian yang didalamnya memuat analisis (1) Poroses Perencanaan, Pelaksanaan, Pelaporan Dan Pertanggungjawaban Alokasi Dana Desa Di Desa Dukuhmaja Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (2) Kendala Yang dihadapi Badan Permusyawaratan Desa dalam Proses Pendampingan, Penyusunan Dan Pengawasan Alokasi Dana Desa Di Desa Dukuhmaja Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes
BAB V PENUTUP
Bagian ini memuat kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan jawaban atas identifikasi masalah. Saran merupakan usulan yang menyangkut aspek operasional, konkret dan praktis.
Daftar Pustaka.
Lampiran.




[1] R.B. Bely, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Bentuk Pelaksanaan dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa, (Jakarta: Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, 2015), hlm. 1.
[2] Haw Widjaja, Otonomi desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat Dan Untuh (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada). Hlm.1
[3] Sahdan, Buku Saku Pedoman Alokasi Dana Desa. (Yogyakarta: FPPD 2004). hlm. 7.
[4] Talizdhu Ndara. Dimensi-Dimensi pemerintahan Desa (Jakarta: PT Bumi Akara, 1991), hlm. 4.
[5] Haw Widjaja, Otonomi desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat Dan Untuh (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), hlm.1.
[6] Kushandjani, Otonomi Desa Berbasis Modal Sosial Dalam Perspektif Social-Legal (Semerang: Jurusan Ilmu Pemerintahan, 2008), hlm.70-71.
[7] Sadu Wasistiono dan Irawan Tohir, Prospek Pengembangan Desa, (Bandung: CV Fokus Media, 2007), hlm. 36.
[8]Kamus Besar Bahasa Indonesia “Keterbukaan” https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/peran Diakses Senin, 15 Juli 2019. Pukul 17:13 WIB
[9]https://www.gurupendidikan.co.id/bpd-pengertian-tujuan-tugas-wewenang/  Diakses 5 Januari 2019. Dikutip Selasa, 11 Juni 2019. Pukul 17;23 WIB
[10] Mochammad Zain Mustakim, Kepemimpinan Desa, (Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Trsansmigrasi Republik Indonesia, Jakarta: 2015). hlm.16-20.
[11]  Ibid. Dikutip Selasa, 11 Juni 2019. Pukul 17;23 WIB
[13] Prayudi, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ghalia Indonesia), 1981, hlm 60.
[14] Saeful Anwar, Sendi-sendi Hukum Administrasi Negara, (Glora Madani Press, 2004), hlm.127.
[15]https://rizkypasoa.blogspot.com/2014/11/pengertian-dan-fungsi-pengawasan.html. Diakses Senin 10 November 2014. Dikutip Selasa, 11 Juni 2019. Pukul 18:11 WIB.
[16] Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indomesia, 1995), hlm 18.
[17] Wahyu Sulistiani, Dkk. Pengawasan Masyarakat, (Jakarta: Pilar Media, 2017), hlm. 60.
[18]Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 134.
[19]Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana Pernada Media Group. 2014), hlm. 27.
[20]Abdulkadir Muhammad. Op.cit. Hlm. 102
[21]Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pajar, 1998), hlm.21.
[22]Op.Cit. Peter Mahmud Marzuki. hlm. 60.
[23] Ibid., hlm. 50.
[24] Abdulkadir Muhammad. Op.cit., hlm. 133.
[25] Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2010), hlm. 12.

Comments

Popular posts from this blog

proposal sound system majelis syifaul qolbi

MENYUSUN MATRIKS PENELITIAN HUKUM

SUSUNAN MASYARAKAT HUKUM ADAT maftuh mahfudz