Latar Belakang Good Governance dan perinsip-prinsip pemerintahan yang baik- maftuh mahfudz

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan  hidayah-Nya,  sehingga kami dapat menyelesaikan makalah  yang  berjudul Bela Negara.
Makalah ini telah dirancang dan disusun sebaik mungkin, sehingga dapat memperkecil kemungkinan adanya ketidakteraturan dalam sistematika penulisan. Akan tetapi kami sebagai makhluk yang tidak sempurna menyadari bahwa makalah yang kami sajikan ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik konstuktif senantiyasa kami harapkan. Harapan
kami, makalah ini dapat memberikan pencerahan kepada kita selaku mahasiswa pada khususnya,
serta bagi bagi kehidupan bangsa pada umumnya.
Mudah-mudahan   makalah   yang   sederhana   ini   dapat   menjadi   sumbangsih   bagi   dunia pendidikan dalam mengembangkan kreatif dan gemar belajar. Dan pada kesempatan yang baik ini pula kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, sehingga makalah ini dapat tersaji dihadapan para pembaca.






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk.
Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia.
Bahkan kondisi saat inipun menunjukkan masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya agenda-agenda reformasi.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan antarbangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi dan aktivitas dunia usaha (bisnis).
Kedua perkembangan diatas, baik demokratisasi maupun globalisasi, menuntut redefinisi peran pelaku-pelaku penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah, yang sebelumnya memegang kuat kendali pemerintahan, cepat atau lambat harus mengalami pergeseran peran dari posisi yang serba mengatur dan mendikte ke posisi sebagai fasilitator. Dunia usaha dan pemilik modal, yang sebelumnya berupaya mengurangi otoritas negara yang dinilai cenderung menghambat perluasan aktivitas bisnis, harus mulai menyadari pentingnya regulasi yang melindungi kepentingan publik. Sebaliknya, masyarakat yang sebelumnya ditempatkan sebagai penerima manfaat (beneficiaries), harus mulai menyadari kedudukannya sebagai pemilik kepentingan yang juga harus berfungsi sebagai pelaku.
Oleh karena itu, tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Disadari, mewujudkan tata pemerintahan yang baik membutuhkan waktu yang tidak singkat dan juga upaya yang terus menerus. Disamping itu, perlu juga dibangun kesepakatan serta rasa optimis yang tinggi dari seluruh komponen bangsa yang melibatkan tiga pilar berbangsa dan bernegara, yaitu para aparatur negara, pihak swasta dan masyarakat madani untuk menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dalam rangka mencapai tata pemerintahan yang baik.



B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.         Apa pengertian dan latar belakang good governance?
2.         Bagaimana prinsip dan konsepsi good governance?
3.         Apa saja prinsip-prinsip good governance pada sektor pemerintah?
4.         Apa saja prinsip-prinsip good governance pada sektor swasta?
5.         Bagaimana cara mengembangkan struktur organisasi dan manajemen perubahan?
6.         Bagaimana hubungan antara good governance dengan otonomi daerah?







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Latar Belakang Good Governance
1.      Pengertian Good Governance
Dari segi administrasi pembangunan, good governance didefinisikan sebagai berikut:
Kerangka kelembagaan secara keseluruhan dalam Wich warganya diperbolehkan untuk berinteraksi dan bertransaksi secara bebas , pada tingkat perbedaan , untuk memenuhi apirations politik , ekonomi dan sosial . Pada dasarnya , pemerintahan yang baik memiliki tiga aspek :
( I) kemampuan warga untuk mengekspresikan pandangan dan acces pengambilan keputusan secara bebas ;
( Ii ) Kapasitas lembaga pemerintah ( baik politik dan birokrasi ) untuk menerjemahkan pandangan-pandangan ini ke dalam rencana yang realistis dan menerapkannya biaya efektif ; dan
( Iii ) Kemampuan warga negara dan lembaga untuk membandingkan apa yang telah meminta dengan apa yang telah direncanakan , dan membandingkan apa yang telah direncanakan dengan apa yang telah dilaksanakan " .
Sedangkan dari segi teori pembangunan, good governance diartikan sebagai berikut:
kerangka plitical dan birokrasi yang  menyediakan lingkungan Macra - ekonomi yang memungkinkan untuk investasi dan pertumbuhan , yang mengejar kebijakan distribusi dan ekuitas terkait ; yang membuat intervensi kewirausahaan kapan dan di mana diperlukan dan yang praktek prinsip-prinsip manajemen yang jujur ​​dan afficient . Sebuah kepemimpinan politik berkomitmen dan imajinatif disertai dengan birokrasi yang efisien dan akuntabel tampaknya menjadi kunci untuk pembentukan pemerintahan yang baik di sebuah negara . "

2.      Latar Belakang Good Governance
Jika ditarik lebih jauh, lahirnya wacana good governance berakar dari penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada praktik pemerintahan, seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Penyelenggaraan urusan publik yang bersifat sentralistis, non-partisipatif serta tidak akomodatif terhadap kepentingan publik, telah menumbuhkan rasa tidak percaya dan bahkan antipati kepada rezim pemerintahan yang ada. Masyarakat tidak puas dengan kinerja pemerintah yng selama ini dipercaya sebagai penyelenggara urusan publik. Beragam kekecewaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan tersebut pada akhirnya melahirkan tuntutan untuk mengembalikan fungsi-fungsi pemerintahan yang ideal. Good governance tampil sebagai upaya untuk memuaskan dahaga publik atas kinerja birokrasi yang sesungguhnya.

3. Prinsip-Prinsip Good Governance
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:
1. Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.

2. Tegaknya Supremasi Hukum 
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.

3. Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.

4. Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.

5. Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.


6. Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.

7. Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

8. Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.

9. Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.





4. Pilar-pilar Good Governance
Good Governance hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut :

1. Negara
  • Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil
  • Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
  • Menyediakan public service yang efektif dan accountable
  • Menegakkan HAM
  • Melindungi lingkungan hidup
  • Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan public

2. Sektor Swasta
  • Menjalankan industri
  • Menciptakan lapangan kerja
  • Menyediakan insentif bagi karyawan
  • Meningkatkan standar hidup masyarakat
  • Memelihara lingkungan hidup
  • Menaati peraturan
  • Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada masyarakat
  • Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM


3. Masyarakat Madani
  • Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi
  • Mempengaruhi kebijakan publik
  • Sebagai sarana cheks and balances pemerintah
  • Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
  • Mengembangkan SDM
  • Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat

5. Pemberantasan KKN
Salah satu program good governance adalah pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi menurut klitgoard ditimbulkan karena ada monopoli, kekuasaan, dan diskresi yang begitu besar. Selama masih ada sentralisasi kekuasaan dan aturan-aturan yang tidak jelas dan tidak ada pertanggung jawaban public maka akan menimbulkan peluang korupsi. Di Indonesia dapat kita lihat peluang korupsi begitu besar, birokrasi begitu panjang gaji pegawai negeri yang kecil, tidak adanya system public complain dan hamper semua partai politik mencari uang untuk membesarkan partainya.
Korupsi itu bukan merupakan kejahatan kalkulasi, dan bukan kejahatan orang bodoh, karena korupsi merupakan kejahatan rasional, orang akan melakukan korupsi jika keuntungan banyak dan resikonya kecil. Di Indonesia peluang ini terbuka lebar, tidak ada hukuman yang jelas, tidak ada ancaman untuk dikucilkan,dicemohkan. Ancaman hukuman menjadi tidak jelas karena pengadilan sudah dikuasai oleh para mafia,hukum selalu dan diperjual belikan, putusan pengadilan selalu dimenangkan oleh penawar yang lebih tinggii.
Sejak era reformasi bergulir,dipertengahan tahun 1998, masalah korupsi menjadi salah satu kajian menarik untuk dibicarakan dan diangkat kepermukaan. Usaha-usaha pemberantasan korupsi di Indonesia secara yuridis sudah dimulai sejak tahun 1957 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemberantasan Korupsi; Peraturan Penguasa Militer Angkatan Darat dan Laut Nomor Prt/PM/06/1957 dan Peraturan Penguasa, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian dilanjutkan dengan usaha-usaha pemberantasan korupsi oleh pemerintah sejak awal 1970-an yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No, 228/1976 Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) hingga lahirnya UU No. 3/1971 tentang Tindak Pidana Korupsi. Begitu juga dengan pembinaan upay pembinaan pejabat-pejabat telah ditingkatkan melalui pengawasan yang ketat, baik yang dilakukan oleh intern departemen dan lembaga maupun secara ekstern oleh Mentri Aparatur Negara. Namun seiring dengan pesatnya pembangunan, terasa pula semakin menigkatnya kebocoran dalam pembangunan, terbukti dengan kasus-kasus korupsi yang menyangkut kerugian Negara milyaran hingga triliyunan rupiah.
Seiring dalam upaya pencegahan dan pemberantasan KKN, serta peran masyarakat untuk mencegah dan memberantasnya,maka pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain; UU No. 3/1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU No. 11/1980 tentang Pemberantasan tindak Pidana suap; UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Koripsi, Kolusi dan Nepotisme; UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; PP No. 30/1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri sipil; PP No. 71/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegah dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Instruksi Presiden No. 5 /2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
Lalu dibentuk pula Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) berdasarkan UU No. 30/2002, maka Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) sebagaimana diatur dalam UU No. 28/1999 menjadi bagian Komisi Pemberantasan Korupsi.
Definisi korupsi Indonesia banyak sekali, dalam arti luas, korupsi berarti menggunakan jabatan untuk keuntungan pribadi. Jabatan adalah kedudukan kepercayaan. Seseorang diberi wewenang atau kekuasaan untuk bertindak atas nama lembaga. Lembaga itu bisa lembaga swasta, lembaga pemerintah, atau lembaga nirlaba. 
Korupsi berarti memungut uang bagi layanan yang sudah seharusnya diberikan, atau menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak sah. Korupsi adalah tidak melaksanakan tugas karena lalai atau sengaja.
Korupsi juga bisa dinyatakan sebagai suatu pemberian, dalam prakteknya korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungan dengan jabatan tanpa ada catatan administrasinya. Secara hukum pengertian korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindakpidana korupsi. Untuk tulisan ini pengertian korupsi lebih ditekankan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Namun dalam praktek ternyata masalah pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dilaksanakan dengan pendekatan hukum semata-mata, karena penyakit ini sudah menyebar luas ke seluruh tatanan sosial dan pemerintahan hampir di semua negara. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan tidak hanya semata-mata bersifat represif, tetapi seharusnya juga bersifat preventif dan rehabilitatif.
Pendekatan preventif yang ampuh antara lain dengan menciptakan iklim kerja yang sehat dalam lingkup tugas pemerintahan, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Tanpa langkah preventif dimaksud, maka pemberantasan korupsi hanya akan berhasil mengatasi gejalanya saja dan bukan menghancurkan akar penyebab dan sumber penyakit korupsi yang justru tumbuh subur di kalangan masyarakat.
Langkah preventif berdaya guna harus juga diarahkan pada upaya untuk memberdayakan seluruh komponen dalam masyarakat, baik tua maupun muda, serta melalui lembaga-lembaga peradilan agar semua lapisan masyarakat memiliki semangat untuk membenci korupsi. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan budaya anti korupsi di kalangan masyarakat luas.
Dalam hal ini maka kultur masyarakat Indonesia yang bersifat paternalistik tidak boleh dilihat sebagai penghambat untuk melaksanakan upaya preventif dan upaya represif tersebut di atas, melainkan harus dilihat sebagai hal yang potensial yang memiliki daya guna yang tinggi untuk memberantas korupsi. Caranya adalah dengan menumbuhkan kebiasaan baik untuk tidak menerima atau meminta upeti dan harus selalu memelihara konsistensi antara sikap dan ucapan. Sumber penyebab meminta upeti dikalangan pejabat pemerintah ialah karena mereka memiliki keserakahan atau dalam bahasa agamais, karena mereka termasuk orang yang kurang atau tidak bersyukur atas banyaknya nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan Yang maha Esa kepada mereka. Berlainan halnya dengan perbuatan mencuri yang dilakukan oleh mereka yang berada dilapisan bawah dan sering dilakukan dalam keadaan terpaksa, karena hanya untuk sekedar mempertahankan diri agar tetap hidup.
Masalah korupsi di daerah saat ini juga semakin rumit jika dilihat pada sektor swasta yang tumbuh dan berkembang di daerah, apalagi dengan dibukanya arus penanaman modal asing untuk langsung masuk ke daerah melalui prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, maka sudah tentu jika tidak diatur secara ketat akan menimbulkan efek negatif di lingkungan pergaulan internasional. Pencegahan yang efektif untuk mencari solusi yang tepat ialah dengan melakukan pembinaan terhadap potensi daerah, terutama para tenaga ahli dan tenaga profesional dalam bidang masing-masing dengan mengikutsertakan lembaga-lembaga pendidikan yang kompoten untuk iktu bekerja sama dalam membangun daerahnya masing-masing.
Oleh karena itu untuk adanya keharmonisan antara pemerintahan pusat dan daerah perlu diatur dalam satu perangkat perundang-undangan yang memadai baik tingkat tingkat pusat maupun tingkat daerah yang mendorong terjadinya kemajuan pesat dalam konteks pengembangan potensi dan kewenangan daerah dan terciptanya ’good governance” di daerah.

Prinsip Good Governance atau asas umum pemerintahan yang baik merupakan salah satu solusi yang baik dalam pencegahan korupsi pada lembaga pemerintahan, jika hal ini telah banyak diterapkan oleh beberapa negara maka Indonesia baru mengemuka sejak era reformasi.
Prinsip good governance sebenarnya merupakan prinsip yang mengetengahkan keseimbangan antara masyarakat dengan negara serta negara dengan pribadi-pribadi. Artinya, setiap kebijakan public (public policy) harus melibatkan berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun sektor swasta dengan aturan main yang jelas. Ciri good governance di sini adalah keputusan tersebut diambil secara demokratis, transparan, akuntabilitas, dan benar. 
Upaya mewujudkan good governance merupaka suatu prioritas dalam rangka menciptakan suatu tatanan masyarakat, bangsa, dan negara yang lebih sejahtera, jauh dari korupi, kolusi, dan nepotisme. Perjuangan dalam menciptakan pemerintahn yang bersih tidak boleh berhenti, harus tetap dilanjutkan dan diupayakan semaksimal mungkin hingga suatu saat akan dirasakan begitu bermatabatnya bangsa yang memiliki komitmen, tanggung jawab, dan harga diri.
Dari segi hukum, peraturan yang ada dapat dikatakan memadai, karena sudah diberlakukn sejumlah peraturan perundang-undangan yang sifatnya anti korupsi. Namun dalam prakteknya masalah pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dilaksanakan dengan pendekatan hukum semata-mata, karena korupsi sudah menyebar luas ke seluruh tatanan sosial dan pemerintahan hampir di semua negara. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan tidak hanya bersifat represif, tetapi juga preventif dan rehabilitatif dan mengedepankan prinsip-prinsip yang ada didalam Good governace.
Dengan mengedepankan dan mulai menerapkan prinsip-prinsip good governance secara utuh dan keseluruhan dalam tatanan pengelolaan pemerintahan maka apa yang kita idamkan bersama yakni pemerintahan yang bersih dari KKN, pemerintahan yang mengutamakan kepentingan umum, masyarakat, bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan, pemerintah yang memang bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya akan dapat tercapai serta terwujud.
6.  Good Governance dalam Kerangka Otonomi Daerah
Upaya pelaksanaan tata pemerintahan yang baik, UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah salu instrumen yang merefleksikan keinginan Pemerintah unluk melaksanakan tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini dapat dilihat dari indikator upaya penegakan hukum, transparansi dan penciptaan partisipasi. Dalam hal penegakan hukum, UU No. 32 Tahun 2004 telah mengatur secara tegas upaya hukum bagi para penyelenggara pemerintahan daerah yang diindikasikan melakukan penyimpangan.
Dari sistem penyelenggaraan pemerintahan sekurang-kurangnya terdapat 7 elemen penyelenggaraan pemerintahan yang saling mendukung tergantung dari bersinergi satu sarna lainnya, yaitu :
1. Urusan Pemerintahan;
2. Kelembagaan;
3 Personil;
4. Keuangan;
5. Perwakilan;
6. Pelayanan Publik dari
7. Pengawasan.
Ketujuh elemen di atas merupakan elemen dasar yang akan ditata dari dikembangkan serta direvitalisasi dalam koridor UU No. 32 Tahun 2004. Namun disamping penataan terhadap tujuan elemen dasar diatas, terdapat juga hal-hal yang bersifat kondisional yang akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari grand strategi yang merupakan kebutuhan nyata dalam rangka penataan otonomi daerah di Indonesia secara keseluruhan yaitu penataan Otonomi Khusus NAD
dari Papua, penataan daerah dari wilayah perbatasan , serta pemberdayaan masyarakat.
Setiap elemen tersebut disusun penataannya dengan langkah-langkah menyusun target ideal yang harus dicapai, memotret kondisi senyatanya dari mengidentifikasi gap yang ada antara target yang ingin dicapai dibandingkan kondisi rill yang ada saat ini.
Meskipun dalam pencapaian Good Governance rakyat sangat berperan, dalam pembentukan peraturan rakyat mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasi, namun peran negara sebagai organisasi yang bertujuan mensejahterakan rakyat tetap menjadi prioritas. Untuk menghindari kesenjangan didalam masyarakat pemerinah mempunyai peran yang sangat penting. Kebijakan publik banyak dibuat dengan menafikan faktor rakyat yang menjadi dasar absahnya sebuahnegara. UU no 32 tahun 2004 yang memberikan hak otonami kepada daerah juga menjadi salah satu bentuk bahwa rakyat diberi kewenangan untuk mengatur dan menentukan arah perkembangan daerahnya sendiri. Dari pemilihan kepala daerah, perimbangan keuangan pusat dan daerah (UU no 25 tahun 1999). Peraturan daerah pun telah masuk dalam Tata urutan peraturan perundang - undangan nasional (UU no 10 tahun 2004), Pengawasan oleh masyarakat.
Sementara itu dalam upaya mewujudkan transparansi dalam penyelenggaran pemerintahan diatur dalam Pasa127 ayat (2), yang menegaskan bahwa sistem akuntabilitas dilaksanakan dengan kewajiban Kepala Daerah untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintahan, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Sistem akuntabilitas semacam ini maka terdapat keuntungan yang dapat diperoleh yakni, akuntabilitas lebih dapat terukur tidak hanya dilihat dari sudut pandang politis semata. Hal ini merupakan antitesis sistem akuntabilitas dalam UU No. 22 Tahun 1999 dimana penilaian terhadap laporan pertanggungjawaban kepala daerah oleh DPRD seringkali tidak berdasarkan pada indikator-indikator yang tidak jelas. Karena akuntabilitas didasarkan pada indikator kinerja yang terukur,maka laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak mempunyai
dampak politis ditolak atau diterima. Dengan demikian maka stabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat lebih terjaga.
Masyarakat memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pelaksanaan pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai perorangan, kelompok maupun organisasi dengan cara: Pemberian informasi adanya indikasi terjadinya korupsi, kolusi atau nepotisme di lingkungan pemerintah daerah maupun DPRD. Penyampaian pendapat dan saran mengenai perbaikan, penyempurnaan baik preventif maupun represif atas masalah.
Informasi dan pendapat tersebut disampaikan kepada pejabat yang berwenang dan atau instansi yang terkait. Menurut Pasal 16 Keppres No. 74 Tahun 2001, masyarakat berhak memperoleh informasi perkembangan penyelesaian masalah yang diadukan kepada pejabat yang berwenang. Pasal tersebut berusaha untuk memberikan kekuatan kepada masyarakat dalam menjalankan pengawasan.

7.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian–uraian dari bab–bab sebelumnya maka penulis mengambil kesimpulan yaitu:
1.      Pemerintahan yang baik tidak di lihat dari sistem yang berbuat atau rancanggan undang-undang yang di rumuskan, melainkan suatu sikap yang pasti dalam menangani suatu permasalahn tanpa memandang siapa serta mengapa hal tersebut harus di lakukan.
2.      Good Governance merupakan pengertian dalam hal yang luas sehingga untuk memberikan arti serta defenisi tidak semudah mengartikan kata perkata melainkan perlunya aspek –aspek serta pemikiran yang luas menyangkut bidang tersebut.
3.      Perlunya pengertian menggenai aspek-aspek dalam Good Governance sehingga tidak ada kesalahan dalam aplikasinya.
4.      Penerapan Good Governance dalam sistem kepemerintahan saat ini sangat di perlukan karena peranan perintah dalam memajukan suatu negara sangatlah besar.
8.     Saran
Atas kesimpulan di atas, penulis mengemukakan beberapa saran untuk membenahi kelemahan-kelemahan dalam penegakkan prinsip good governance di Indonesia yaitu:
1.      Integritas dan nilai etika perlu ditingkatkan atau dikomunikasikan dengan perilaku yang terbaik dan melibatkan pihak terkait. Karena sebaik apapun desain sebuah pengawasan tidak akan terlaksana dengan efektif, efisien dan ekonomis jika dilaksanakan oleh orang-orang yang memiliki integritas dan nilai etika yang rendah.
2.      Kinerja Inspektorat atau pengendalian intern perlu terus ditingkatkan meskipun penulis mengusulkan sektor publik, namun itu bukan berarti mengabaikan sektor pengawasan intern.

Daftar Pustaka
http://www.alisjahbana08.wordpress.com/page/22/
http://www.bangka.go.id/artikel.php?id_artikel=7
http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=1067
http://www.scribd.com/doc/52568330/Good-Governance




Comments

Popular posts from this blog

proposal sound system majelis syifaul qolbi

MENYUSUN MATRIKS PENELITIAN HUKUM

SUSUNAN MASYARAKAT HUKUM ADAT maftuh mahfudz