HAK CIPTA- maftuh mahfudz
HAK CIPTA
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan
dijelaskan mengenai Hak Cipta, Anda harus mampu:
1.1 Menjelaskan dan memahami Hak Cipta
1.2 Memahami dan menjelaskan sejarah hak cipta dan hak-hak yang
tercakup dalam hak cipta
URAIAN MATERI
Tujuan
Pembelajaran 1.1:
|
HAK
CIPTA
|
Hak cipta (lambang
internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan
gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak
untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang
hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada
umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta
berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau
"ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karyakoreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman
suara, lukisan, gambar,patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam
yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan
intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak
kekayaan intelektual lainnya
(seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta
bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk
mencegah orang lain yang melakukannya. Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya
mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak
mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud
atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang
berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak
berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru
tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak
melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Tujuan
Pembelajaran 1.2:
|
SEJARAH
HAK CIPTA DAN HAK-HAK YANG TERCAKUP DALAM HAK
CIPTA
|
Konsep hak cipta dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari
konsepcopyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya
"hak salin"). Copyright ini
diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan
mesin ini oleh Johannes Gutenberg,
proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan
biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga,
kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali
meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut
diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika
peraturan hukum tentang copyright
mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di
Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan
tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa
penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi
jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa
berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright,
yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the
Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang
Perlindungan Karya Seni danSastra" atau "Konvensi Bern") pada
tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah
copyright antara negara-negara
berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright
diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus
mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright.
Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si
pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya
derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau
hingga masa berlaku copyrighttersebut
selesai.
Beberapa hak
eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
a) membuat
salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk,
pada umumnya, salinanelektronik),
c) menciptakan
karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
d) menampilkan
atau memamerkan ciptaan di depan umum,
e) menjual
atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud
dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak
ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak
lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak
cipta. Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia,
hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan,
mengadaptasi, mengaransemen,
mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan,
mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan
mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun".
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula
"hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak
eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya),
produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil
dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka
masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak
lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup
dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis
(UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain
melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan
persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
Banyak negara mengakui adanya hak moral
yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPsWTO (yang
secara inter alia juga mensyaratkan
penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara
umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa
persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.Menurut
konsep Hukum Kontinental (Prancis), "hak pengarang" (droit d'aueteur, author right) terbagi
menjadi "hak ekonomi" dan "hak moral" .
Hak cipta di Indonesia juga mengenal
konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah
hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah
hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang
tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama
pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah
dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26
Undang-undang Hak Cipta.
Setiap negara menerapkan persyaratan
yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak
mendapatkan hak cipta; di Inggrismisalnya, suatu
ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan usaha". Pada
sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak
cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran resmi
terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu,
misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita
video, atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak atas
hak cipta tersebut. Namun, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu
untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai dengan yang
dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan) memiliki
keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi
adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila
ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum
berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright
Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam
undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip
tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.
Setiap negara menerapkan persyaratan
yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak
mendapatkan hak cipta; di Inggrismisalnya, suatu
ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan usaha". Pada
sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak
cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran resmi
terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu,
misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita
video, atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak atas
hak cipta tersebut. Namun, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu
untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai dengan yang
dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan) memiliki
keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi adalah
orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan
tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum
berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright
Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam
undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip
tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.Dalam yurisdiksi
tertentu, agar suatu ciptaan seperti buku atau film mendapatkan hak cipta pada saat
diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu "pemberitahuan hak
cipta" (copyright notice).
Pemberitahuan atau pesan tersebut terdiri atas sebuah huruf c di dalam
lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©), atau kata "copyright", yang diikuti dengan tahun hak cipta dan nama
pemegang hak cipta. Jika ciptaan tersebut telah dimodifikasi (misalnya dengan
terbitnya edisi baru) dan hak ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis
beberapa angka tahun. Bentuk pesan lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan
tertentu. Pemberitahuan hak cipta tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon)
pengguna ciptaan bahwa ciptaan tersebut berhak cipta.
Pada perkembangannya, persyaratan
tersebut kini umumnya tidak diwajibkan lagi, terutama bagi negara-negara
anggota Konvensi Bern. Dengan perkecualian pada sejumlah kecil negara tertentu,
persyaratan tersebut kini secara umum bersifat manasuka kecuali bagi ciptaan
yang diciptakan sebelum negara bersangkutan menjadi anggota Konvensi Bern.Hak
cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis
ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah
ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan.
Di Amerika
Serikat misalnya,
masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lain yang diterbitkan sebelum
tahun 1923 telah kedaluwarsa. Di kebanyakan negara
di dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup penciptanya ditambah 70
tahun. Secara umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir
tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta.
Perkecualian hak cipta dalam hal ini
berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak
cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair
use atau fair dealing yang diterapkan pada
beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar
hak cipta.Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau
pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak
ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
Kritikan-kritikan terhadap hak cipta
secara umum dapat dibedakan menjadi dua sisi, yaitu sisi yang berpendapat bahwa
konsep hak cipta tidak pernah menguntungkan masyarakat serta selalu memperkaya
beberapa pihak dengan mengorbankan kreativitas, dan sisi yang
berpendapat bahwa konsep hak cipta sekarang harus diperbaiki agar sesuai dengan
kondisi sekarang, yaitu adanyamasyarakat
informasi baru.
Keberhasilan proyek perangkat lunak
bebas seperti Linux, Mozilla Firefox, dan Server HTTP Apachetelah
menunjukkan bahwa ciptaan bermutu dapat dibuat tanpa adanya sistem sewa
bersifat monopoli berlandaskan hak cipta. Produkproduk tersebut menggunakan hak
cipta untuk memperkuat persyaratan lisensinya, yang dirancang untuk memastikan
kebebasan ciptaan dan tidak menerapkan hak eksklusif yang bermotif uang;
lisensi semacam itu disebut copyleft atau lisensi perangkat
lunak bebas.
Comments
Post a Comment