LANGKAH OPERASIONAL PENELITIAN HUKUM : MENGENALI TIPOLOGI PENELITIAN HUKUM DAN MENYUSUN MATRIKS PENELITIAN HUKUM
LANGKAH OPERASIONAL
PENELITIAN HUKUM :
MENGENALI TIPOLOGI
PENELITIAN HUKUM DAN
MENYUSUN MATRIKS
PENELITIAN HUKUM
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pemahaman langkah operasional
penelitian hukum mengenali tipologi penelitian hukum dan menyusun matrik
penelitian hukum, Anda harus mampu:
1.1 Memahami
dan menjelaskan langkah operasional penelitian hukum “tipologi penelitian
hukum”
1.2 Memahami dan
menjelaskan langkah operasional penelitian hukum
“menyusun matrik penelitian hukum”
B. URAIAN MATERI
Tujuan
Pembelajaran 1.1:
|
LANGKAH OPERASIONAL PENELITIAN HUKUM
“TIPOLOGI
PENELITIAN HUKUM”
|
A. Tipologi Penelitian Hukum
Masalah metode
penelitian hukum sangat erat kaitanya dengan konsep tentang hukum sebagai objek
yang tengah dicari dan dicoba ditemukan. Menurut Soetanyo (1997), perbedaan
konsep atau pemaknaan suatu gejala (termasuk gejala hukum) akan menyebabkan
perbedaan pula dalam hal modus operandi pencarian dan penemuannya. Banyak orang
tidak menyadari bahwa perbedaan paham tentang konsep mengenai gejala yang
dijadikan sasaran penelitian akan menyebabkan perbedaan pula dalam hal
pemilihan dan pemakaian metode kajian. Metode ini pada dasarnya adalah fungsi
konsep, yaitu bahwa M = f (K).
Bermula dari
tidak adanya kesadaran bahwa M = f(K), memunculkan permasalahan metodologi
dalam kajian-kajian dan penelitian hukum. orang mengajar dan atau mempelajari
metode penelitaian hukum dan menerapkan dalam penelitain-penelitian tanpa
merasa perlu untuk menelaah terlebih dahulu apakah metode yang diajarkan dan
atu yang dipelajari itu sesuai untuk difungsikan sebagai modus operandi sebuah
penelitian tentang hukum menurut konsep khusus yang dipahami. Tidak jarang,
orang terlanjur mengajarkan atau mempelajari metode penelitian sosial yang
nomologi yang notabene dikonsepsikan semula sebagai gejalah normatif.
Sebaliknya, tidak jarang pula orang mencoba berspekulasi menurut metode-metode
silogisme deduktif yang dogmatik-normologik, dengan harapan untuk dapat
memahami hukum yang secara tidak sadar ternyata telah dikonsepsikan olehnya
sebagai realita sosial.
Pluralisme
konsep hukum yang berimplikasi terhadap metode penelitian kurang disadari dan
dipahami dalam perkembangan dan pengembangan imu hukum di indonesia. Sejak
awal, bermula pada masa pendidikan dan praktik hukum modern (barat) Di
kepulauan nusantara ini, konsep hukum yang diperkenalkan adalah konsep hukum
sebagaimana dimengerti dan dipraktikkan dalam proses-proses litigasi dan
badan-badan pengadilan yang disusun dan dikelola oleh pemerintah semua adalah
pemerintah kolonial dan sesudah itu pemerintah nasional. Ini merupakan hukum
yang dikonsepsikan sebagai hukum positif (yang merupakan state law bukan folk law)
menurut praktik-praktik kenegaraan dan pemerintahan Eropa Barat, khususnya yang
kontinental (sistem civil law bukan
sistem common law). Rupanya konsep
hukum sebagai state positive law ini
saja yang selama ini dimengerti dan dikaji dalam fakultas hukum di Indonesia.
Sementara itu, dunia praktik di zaman
republik kini berbeda dengan kebutuhan kini berbeda dengan kebutuhan praktik di
zaman kolonial. Praktik hukum pada zaman kolonial hanya memerlukan pengetahuan
hukum khusus untuk keperluan penyelenggaraan badan-badan pengadilan negara
(itupun hanya dimaksutkan untuk memenuhi kebutuhan para hakim). Praktik hukum
pada zaman republik memerlukan praktik dan pemahaman hukum yang lebih luas
daripada sekedar hukum positif yang terkodifikasi untuk keperluan pribadi bagi
orang-orang pribumi yang dulu disebut landraad.
Oleh karena itu, meskipun tidak banyak dikembangkan secara resmi dalam daftar
kurikulum fakultas hukum, konsep hukum yang lain (yang tidak hanya
normatif-positivitik) mulai disusun dan ditemukan untuk memahami realitarealita
yang relevan dengan berbagai permasalahan hukum. perkembangan kehidupan
khususnya karena perubahan-perubahan skala dibidang ekonomi pada tataran globa
telah menyebabkan para praktisi dan teoritis hukum tidak dapat berlama-lama
berkutat pada konsep-konsep hukum menurt tradisi eropa kontinental saja,
melainkan harus mulai juga mengenai konsep-konsep hukum menurut teradisi Angol Saxon.
Pada mulanya,
para pengkaji hukum di Indonesia memang pernah memperlihatkan kesediaanya untuk
tidak lagi secara miotik dari perspektifnya yang preskriptif-normatif hanya
mempelajari law as it written in the code
books saja. Mereka juga harus mengakui bahwa ada hukum rakyat yang tidak
tertulis yang dinamakan hukum adat. Itulah awal mula mereka mulai mencoba
mengonsepsikan hukum sebagai suatu yang eksis pula di luar buku, baik secara gedragsregels in de maatschppij (sebaimana dikonsepsikan oleh Von Vollenhoven),
maupun sebagai rechtsbeslissingen door de
rechtsfungsionarissen (sebagaimana dikonsepsikan oleh ter Haar). Hal yang
disebut terakhir ini sebenarnya dekat sekali dengan apa yang telah
dikonsepsikan di negara-negara bersistem common
law sebagai the judge– made laws.
Bermula dari
konsep yang tidak terlalu preskriptif-yuridis itulah, mulai berkembang
kajian-kajian dan metode untuk mengkaji hukum sebagai realita sosial, yaitu
sebagai hukum yang bermula dari adat kebiasaan (dengan sifatnya yang normologik).
Di Amerika Serikat yang bertradisi common
law, kajian yang tidak hendak preskriptif ini melahirkan kajian-kajian para
legal realist yang meninggalkan
tradisi Austianian analytic juriprudence,
yang kemudian mengikuti jejak Holmes dengan kesadaran bahwa the life of law is not logic but experience.
Asasnya adalah melihat realita bahwa setiap judicial proes bukan semata-mata
merupakan logical proces melainkan sesungguhnya merupakan human proces.
Paham legal
realism yang dirintis Holmes inilah yang mengilhami perkembangan-perkembangan
berikutnya yang terkristalisasi sebagai aliran functional jurisprudence dan/atau sociological jurisprudence yang ditokohi oleh Roscoe Pound.
Konsep-konsep bru dari para realis Amerika di abad ke20 inilah yang mengundang
kajian-kajian sosiologi dan juga antropologi untuk lebih memahami realita hukum
yang sebenarnya. Relita hukum dipahami tidak hanya sebagai law as it is written in the books (ius constitutum) atau sebagai law as what ought to be in moral or ideal
precepts (ius constutiendum),
melainkan sebagai proses-proses, baik dalam konteksnya yang makro sebagai law as it is society maupun dalam
konteks yang mikro sebagai law as it is
in human actions and interactions.
Oleh karena itu,
kajian-kajian hukum dewasa ini tidak lagi akan mungkin secara konservatif hanya
bersikukuh pada aliran positivisme menurut modelnya yang klasik di Eropa
kontinental. Hukum akan terkonsepsikan dalam sejumlah ragam, tergantung dari
persepsi sang pengkajinya. Keanekaragaman konsep itu apabila diterima dan
diakui, sebenarnya akan berakibat juga pada keragaman metode, yang pada
akhirnya mengakibatkan keanekaragaman studi atau tentang adanya ilmu-ilmu hukum
(masing-masing dengan konsep, gugus teori, metode, dan peminat pengkajian
sendiri). dengan perkatan lain, tipe dan metode dalam kajian-kajian dan
penelitian penelitian hukum.
Berdasarkan konsep hukum diatas, dapat
dibedakan tipologi penelitian hukum yang ada, yaitu penelitian hukum doktrinal
atau normatif dan penelitian hukum nondoktrinal atau empiris. Mengenai
pengertian dan karakter dari masing-masing tipologi penelitian hukum yang ada
telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya.
Tujuan
Pembelajaran 1.2 :
|
LANGKAH OPERASIONAL PENELITIAN HUKUM
“MENYUSUN MATRIK PENELITIAN
HUKUM”
|
B. Menyusun Matrik Penelitian Hukum
Setelah peneliti
mengenali berbagai konsep hukum yang ada beserta variasi metode penelitian yang
sesuai dengan konsep-konsep hukum tersebut, langkah selanjutnya adalah menyusun
langkah-langkah penelitian operasional penelitian hukum. matriks penelitain
tersebut cukup dituliskan dalam selembar kertas yang terdiri dari tujuh kolom
isian, yaitu tema/judul penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, objek
penelitian, pendekatan penelitian, landasan teori/kerangka teori, dan metode
penelitian.
Sesungguhnya
tujuh matriks penelitian hukum tersebut merupakan kerangka proposal penelitian
hukum. sebagai kerangka, ia harus ada. Ia akan menopang bangunan proposal
penelitian hukum. ia menjadi tonggak penting proposal penelitian hukum. jika
satu tonggak ini tidak ada, proposal penelitainnya kelak tidak akan mampu
menceritakan secara lengkap apa yang akan dilakukan oleh peneliti. Akibatnya
mahasiswa yang tidak dapat mengisi ketujuh matriks penelirian tersebut dan
tidak bisa ameyakinkan dosen pembimbingnya bahwa dia bisa meneliti.
Peneliti
tentunya harus memahami ketujuh matriks penelitian hukum tersebut. Ketujuh
matriks tersebut menggambarkan langkah-langkah yang harus dijalankan oleh
mahasiswa ketika menulis proposal penelitian. Penulisan matriks penelitian
merupakan tahap awal penulisan proposal penelitian. Karena memuat
langkah-langkah operasional penelitain, matriks penelitian menjadi semacam
paduan meneliti. Ia berfungsi sebagai pedoman yang menggariskan apa yang harus
dijabarkan dalam proposalpenelitain. Matriks penelitian ini menempati posisi
sentral dalam penulisan proposal penelitian.
Selama ini
agaknya mahasiswa tidak terlalu peduli dengan matriks penelitian ini. Mereka
cenderung menulis proposal penelitain dengan mengikuti format proposal yang
sudah diwariskan oleh kakak-kakak kelas mereka terdahulu. Tentu saja ini tidak
dilarang. Akan tetapi, kenyataan menunjukan penerimaan warisan ini tidak
disertai dengan pikiran kritis. Artinya para mahasiswa yang menerima warisan
format proposal penelitian tidak tahu persis logika dibalik format seperti itu.
Berbeda dengan
proposal penelitian yang lengkap, matriks penelitian lebih mudah dikembangkan.
Pengembangan ini menjadikan para mahasiswa leluasa untuk mengembarakan pikiran
mereka. Mereka tidak terikat betul dengan apa yang sudah mereka tulis. Jika
harus mengubah apa yang sudah mereka tulis, mereka hanya mengubah isi selembar
kertas.
Tidak pernah terjadi dalam penelitian bahwa mahasiswa yang
menulis matriks penelitian mengalami kesulitan dalam menulis proposal
penelitan. Ini berarti bahwa penulis matriks penelitian mendidik para mahasiswa
untuk berpikir secara holistik. Matriks penelitian menghindarkan mahasiswa
berpikir parsial, misalnya, minggu ini mereka akan memikirkan tema penelitian saja,
lalu minggu depan memikirtan objek peneitian, dan minggu depanyannya lagi
memikirkan pendekatan penelitian dan sebagainya. Matriks penelitian mendidik
mahasiswa untuk mengkristalkan semua bahan proposal penelitian dalam benaknya
secara utuh. Jika hal ini terjadi, proses menuangkan pikiran menjadi proposal
penelitian akan berlangsung secara cepat.
C. DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Amiruddin
dan Zainal
Asikin, Pengantar Metode Penelitian
Hukum,
RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2006.
Bruggink,
J.J.H, Refleksi tentang Hukum, Alih
Bahasa: Arief Sidartha, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
E. Saefullah
Wiradipradja, Penuntun Praktis Metode
Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah Hukum, Keni Media, Jakarta, 2015.
Ibrahim,
J., Teori & Metodologi Penelitian
Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, 2007.
Lexy J.
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif,
Edisi Revisi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007.
Peter Mahmud
Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi
Revisi, Kencana, Jakarta, 2014.
Philipus M.
Hadjon dan Tatiek Sri Djamiati, Argumentasi
Hukum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2005.
Prasetya
Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian:
Pengantar Teori dan Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan
Peneliti Pemula, STIA-LAN Press, Jakarta, 2000.
Roni
Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian
Hukum Normatif dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994.
Salim HS
dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan
Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2013.
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, Huma, Jakarta,
2002.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI,
Jakarta, 1986.
------------------------
dan Sri Mamuji, Metode Penelitian Hukum
Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010.
Sri Mamudji
dkk., Metode Penelitian dan Penulisan
Hukum, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005.
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods),
Alfabeta, Bandung, 2013.
Sunaryati
Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia
Pada Akhir Abad Ke-20, Alumni, Bandung, 1994.
Comments
Post a Comment